Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al-Qurthubi
Disusun Guna
Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Madzahibut
Tafsir
Dosen Pengampu H.
Haidir Rahman, BA, M.Ud
Oleh:
Alvita Niamullah
: 1542115012
PROGRAM STUDI
ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
JURUSAN QURAN
HADITS
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SAMARINDA
TAHUN 2017
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sudah dapat diketahui,
bahwasanya Islam terpecah menjadi beberapa aliran dengan pemikiran yang
berbeda-beda. Sebut saja diantaranya Mu’tazilah, Syi’ah, atau Ahlussunnah wal
Jama’ah. Dari Ahlusssunnah wal Jama’ah pun terbagi lagi menjadi beberapa
madzhab atau aliran, baik dari segi fiqhnya ataupun teologinya.
Pada setiap aliran-aliran
ini, terdapat sebuah rujukan agung didalamnya, baik berupa rujukan terbesar
dari sudut pandang fiqh, teologi maupun tafsirnya. Salah satu pengarang rujukan
tafsir yang monumental ialah Imam Al-Qurthubi, seorang mufassir Al-Qur’an dengan
judul “Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an wa al-Mubayyin Lima Tadhammanahu Min
as-Sunnah wa Ayi al-Furqan”, yang mana karyanya dijadikan sebagai rujukan
terbesar bagi ulama’-ulama’ setelahnya, baik penafsiran atau hukum-hukumnya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah biografi dari Imam Al-Qurthubi ?
2. Apa
corak yang terdapat dalam karangannya ?
3.
Bagaimana madzhab fiqh dan teologi yang tampak dari
penulisan tafsirnya tersebut ?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Menjelaskan biografi Imam Al-Qurthubi.
2.
Menjelaskan corak dari penafsirannya.
3.
Menjelaskan madzhab fiqh dan teologi yang dianut oleh
Imam Al-Qurthubi dari hasil análisis tafsirnya.
BAB II PEMBAHASAN
A. Biografi
Imam Al-Qurthubi
Ia
adalah Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakr bin Farh al-Anshari
al-Khazraji al-Andalusi al-Qurthubi atau yang masyhur dengan panggilan Imam
Al-Qurthubi, seorang ahli tafsir dari Cordova,
sebuah kota di Spanyol. Ia berkelana kenegeri timur dan menetap di
kediaman Abu Khusaib, di selatan Kota Asyut, Mesir. Dia salah seorang hamba
Allah yang soleh dan ulama yang arif, wara’ dan zuhud di dunia, yang sibuk
dirinya dengan urusan akhirat.Waktunya dihabiskan untuk memberikan bimbingan,
beribadah dan menulis. Sangat disayangkan tidak ada ulama yang mengetahui
secara pasti mengenai tanggal ataupun tahun lahirnya. Namun, ada pendapat yang mengatakan bahwa ia hudup
pada dinasti Muwahidun.[1]
Imam Al-Qurthubi terkenal
dengan karyanya yang agung dalam penafsiran Al-Qur’an, yakni sebuah kitab besar
yang terdiri dari 20 jilid, yang ia beri
judul dengan nama “Al-Jami’ li Ahkam
al-Qur’an wa al-Mubayyin Lima Tadhammanahu Min as-Sunnah wa Ayi al-Furqan”.
Kitab ini merupakan salah satu tafsir terbesar dan terbanyak manfaatnya.
Selain karyanya yang
monumental berupa kitab tafsir Al-Qur’an, adapula beberapa karangan Imam
Al-Qurthubi yang lain, diantaranya sebagai berikut :
1.
Al-Atsna fi Syarh Asma’illah al-Husna.
2. At-Tidzkar
fi Afdhal al-Adzkar.
3. Syarh
at-Taqashshi.
4.
Qam’ al-Hirsh bi az-Zuhd wa al-Qana’ah.
5. At-Taqrib
li kitab at-Tamhid.
6.
Al-I’lam bima fi Din an-Nashara min al-Mafasid wa
al-Auham wa Izhhar Mahasin Din al-Islam.
7. At-Tadzkirah
fi Ahwal al-Mautawaumur al-Akhirah (edisi Indonesia: Buku Pintar Alam Akhirat).
Diantara
guru-guru Imam Al-Qurtubi adalah Syeikh Abu al-Abbas Ahmad bin Umar al-Qurthubi
dan meriwayatkan dari al-Hafizh Abu Ali al-Hasan bin Muhammad bin Hafsh dan sebagainya.
Al-Qurthubi wafat dan dimakamkan di Mesir, yaitu di
kediaman Abu al-Hushaib, pada malam senin, tanggal 09 Syawal tahun 671 H.
B.
Corak Penafsiran dalam Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an
karya Imam Qurthubi
Setiap mufassir memiliki metode
tersendiri dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Metode
penafsiran tersebut terlihat dari corak penafsiran dalam kitab tafsir karangan
mereka. Begitu juga Imam Al-Qurthubi yang memiliki ciri khas tersendiri atau
corak dalam penafsirannya yang mana didalam kitab tafsirnya hanya menguraikan
ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum. Hal ini mempengaruhi pemikiran-pemikiran
para mufassir setelahnya dalam menafsirkan Al-Qur’an, seperti Imam Ibnu katsir.
Corak hukum dalam penafsiran Imam
Al-Qurthubi tidak lepas dari pemahamannya terhadap ajaran Ahlussunnah wal
Jama’ah.
Contoh lain dimana al-Qurtubi memberikan penjelasan
panjang lebar mengenai persoalana-persoalan fiqh dapat diketemukakan ketika ia
membahas ayat Qs. Al-Baqarah (2) : 43:
وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا
الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
“dan dirikanlah shalat,
tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’”
Ia membagi pembahasan ayat ini
menjadi 34 masalah. Diantara pembahasan yang menarik adalah masalah ke-16. ia
mendiskusikan berbagai pendapat tentang status anak kecil yang menjadi Imam
salat. Di antara tokoh yang mengatakan boleh adalah al-Sauri, Malik dan Ashab
al-Ra’y. Dalam masalah ini, al-Qurtubi berbeda pendapat dengan mazhab yang
dianutnya, dengan pernyataannya :
إمامة
الصغير جائزة إذا كان قارئا
(anak kecil boleh menjadi imam
jika memiliki bacaan yang baik)[2]
C.
Madzhab Fiqh Imam Al-Qurthubi
Dari cara penafsirannya,
dapat diketahui bahwasanya Imam Al-Qurthubi menganut madzhab fiqh Imam Maliki. Hal
tersebut terlihat dari caranya menafsirkan surat al-Fatihah tanpa basmalah. Dan
Ia juga menguraikan sedikit pendapat yang menyatakan bahwa basmalah merupakan
bagian dari surat Al-Fatihah beserta haditsnya.
Dalam
penafsiran Imam Al-Qurthubi, basmalah bukanlah satu ayat dari al-Fatihah,
menurut qoul yang shahih. Kemudian ia menjelaskan bahwa jika memang basmalah
bukanlah satu ayat dari al-Fatihah, maka adapun orang yang shalat ketika ia
telah takbir, maka ia langsung saja menyambungnya dengan al-Fatihah tanpa perlu
diam, membaca doa iftitah, ataupun bertasbih, menurut hadits riwayat sayyidah
‘Aisyah R.A, Anas dan selainnya
Begitu
juga terlihat pada hukum yang Imam Al-Qurthubi menjelaskan mengenai lupa
membaca al-Fatihah ketika sholat. Ia mengutip pendapatnya Ibnu Khuwaiz Mandad Al-Bashri
Al-Maliki, bahwasanya seseorang yang lupa membaca Al-Fatihah pada sholat yang
berjumlah dua rakaat, maka batal sholatnya. Berbeda dengan orang yang lupa
membaca Al-Fatihah pada sholat yang bejumlah tiga rakaat atau empat rakaat,
maka ada pendapat yang mengatakan mengulang sholat, atau cukup dengan melakukan
sujud sahwi setelah salam.[3]
Disini
dapat ditarik kesimpulan, bahwasanya madzhab fiqh Imam Al-Qurthubi adalah
Ahlussunnah wal Jama’ah aliran madzhab Maliki.
D.
Madzhab Teologi Imam Al-Qurthubi
Setelah
diatas telah dijelaskan sekilas mengenai pemahaman madzhab Maliki yang menjadi
corak penafsiran hukum fiqhi, maka kemudian ada pula pemahaman teologi yang
juga mempengaruhi corak penafsiran Imam Al-Qurthubi.
Diantara
pemahaman teologi yang tampak dari cara penafsirannya ialah pada Q.S. At-Taubah
ayat 40, ia mengakui keberadaan Abu Bakar yang berhijrah bersama Nabi Muhammad
SAW yang mana keadaan ini diingkari oleh pengikut madzhab Syi’ah. Begitu juga penafsirannya pada Q.S. Al-Qiyamah ayat
22-23, ia menyatakan bahwa melihat Allah di hari kiamat nanti merupakan
kenikmatan yang baik. Terlihat disini bahwa Imam Al-Qurthubi tidak sependapat
dengan Mu’tazilah.
Kemudian
beralih lagi pada Q.S. Al-A’raf ayat 54 yang berbunyi :
ثُمَّ
اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ
“Kemudian
Dia berada di atas ‘Arsy (singgasana).”
Pada ayat ini, Imam Al-Qurthubi menjelaskan bahwa
wajib membersihkan Allah dari bertempat pada 6 arah (yakni atas, bawah, depan,
belakang, kanan dan kiri). Para ulama’ salaf awal tidak mengucapkan penafian
arah atau berkomentar terhadap hal tersebut, tetapi mereka hanya mengucapkan
apa yang sesuai dari kitabullah.
Imam
Al-Qurthubi menyebutkan lagi bahwa ulama salafus shalih tidak mengingkari bahwa
Allah bertempat di ‘Arsy secara hakikatnya, tetapi caranya tidak dapat
diketahui oleh akal pikiran. Ia menambahkan sebagaimana Imam Malik rahimahullah
mengatakan bahwa “Bertempat itu diketahui –secara bahasa-, dan caranya
bertempat, itu tidak diketahui. Adapun menanyakannya adalah hal yang bid’ah”.[4]
Dari sini
dapat ditarik kesimpulan, bahwasanya Imam Al-Qurthubi menganut paham teologi
Ahlussunnah wal Jama’ah aliran Asy’ariyah.
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Ia adalah Abu Abdillah
Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakr bin Farh al-Anshari al-Khazraji al-Andalusi
al-Qurthubi atau yang masyhur dengan panggilan Imam Al-Qurthubi, seorang ahli
tafsir dari Cordova, sebuah kota di
Spanyol.
Salah satu karyanya yang
monumental dan terbesar ialah “Al-Jami’ li Ahkam
al-Qur’an wa al-Mubayyin Lima Tadhammanahu Min as-Sunnah wa Ayi al-Furqan”.
Kitab ini merupakan salah satu tafsir terbesar dan terbanyak manfaatnya. Dalam
kitab ini hanya penafsiran-penafsiran dari sudut hukum saja.
Kemudian, dapat dilihat
bahwasanya sudut hukum yang terdapat dalam karyanya ini memuat hukum fiqh
madzhab Maliki dan teologi madzhab Asy’ari.
Daftar Pustaka
Anggota IKAPI DKI, Terjemahan tafsir
al-Qurtubi, pustaka azzam (IKAPI DKI : Jakarta, Agustus 2007).
Muhammad
bin Ahmad bin Abu Bakr bin Farh, Abu Abdillah., Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an –
Tafsir Al-Qurthubi (Mesir : Darul Kutub Al-Mishriyah, 1964) cet. II Juz 2.
Muhammad
bin Ahmad bin Abu Bakr bin Farh, Abu Abdillah., Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an –
Tafsir Al-Qurthubi (Mesir : Darul Kutub Al-Mishriyah, 1964) cet. II Juz 9.
[2]
Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakr bin Farh, Al-Jami’ li Ahkamil
Qur’an – Tafsir Al-Qurthubi (Mesir : Darul Kutub Al-Mishriyah, 1964) cet. II Juz
2.
[3] Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakr bin Farh, Al-Jami’ li
Ahkamil Qur’an – Tafsir Al-Qurthubi (Mesir : Darul Kutub Al-Mishriyah, 1964)
cet. II Juz 2.
[4] Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad
bin Abu Bakr bin Farh, Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an – Tafsir Al-Qurthubi (Mesir :
Darul Kutub Al-Mishriyah, 1964) cet. II Juz 9.