Minggu, 28 Januari 2018

Madzhab Mufassir Al-Qurthubi

Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al-Qurthubi
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Madzahibut Tafsir
Dosen Pengampu H. Haidir Rahman, BA, M.Ud

 













Oleh:
Alvita Niamullah : 1542115012




PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
JURUSAN QURAN HADITS
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SAMARINDA
TAHUN 2017







BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sudah dapat diketahui, bahwasanya Islam terpecah menjadi beberapa aliran dengan pemikiran yang berbeda-beda. Sebut saja diantaranya Mu’tazilah, Syi’ah, atau Ahlussunnah wal Jama’ah. Dari Ahlusssunnah wal Jama’ah pun terbagi lagi menjadi beberapa madzhab atau aliran, baik dari segi fiqhnya ataupun teologinya.
Pada setiap aliran-aliran ini, terdapat sebuah rujukan agung didalamnya, baik berupa rujukan terbesar dari sudut pandang fiqh, teologi maupun tafsirnya. Salah satu pengarang rujukan tafsir yang monumental ialah Imam Al-Qurthubi, seorang mufassir Al-Qur’an dengan judul “Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an wa al-Mubayyin Lima Tadhammanahu Min as-Sunnah wa Ayi al-Furqan”, yang mana karyanya dijadikan sebagai rujukan terbesar bagi ulama’-ulama’ setelahnya, baik penafsiran atau hukum-hukumnya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah biografi dari Imam Al-Qurthubi ?
2.      Apa corak yang terdapat dalam karangannya ?
3.      Bagaimana madzhab fiqh dan teologi yang tampak dari penulisan tafsirnya tersebut ?
C.     Tujuan Penulisan
1.      Menjelaskan biografi Imam Al-Qurthubi.
2.      Menjelaskan corak dari penafsirannya.
3.      Menjelaskan madzhab fiqh dan teologi yang dianut oleh Imam Al-Qurthubi dari hasil análisis tafsirnya.


BAB II PEMBAHASAN
A.    Biografi Imam Al-Qurthubi
Ia adalah Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakr bin Farh al-Anshari al-Khazraji al-Andalusi al-Qurthubi atau yang masyhur dengan panggilan Imam Al-Qurthubi, seorang ahli tafsir dari Cordova,  sebuah kota di Spanyol. Ia berkelana kenegeri timur dan menetap di kediaman Abu Khusaib, di selatan Kota Asyut, Mesir. Dia salah seorang hamba Allah yang soleh dan ulama yang arif, wara’ dan zuhud di dunia, yang sibuk dirinya dengan urusan akhirat.Waktunya dihabiskan untuk memberikan bimbingan, beribadah dan menulis. Sangat disayangkan tidak ada ulama yang mengetahui secara pasti mengenai tanggal ataupun tahun lahirnya. Namun, ada pendapat yang mengatakan bahwa ia hudup pada dinasti Muwahidun.[1]
Imam Al-Qurthubi terkenal dengan karyanya yang agung dalam penafsiran Al-Qur’an, yakni sebuah kitab besar yang terdiri dari 20 jilid, yang ia beri judul dengan nama  “Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an wa al-Mubayyin Lima Tadhammanahu Min as-Sunnah wa Ayi al-Furqan”. Kitab ini merupakan salah satu tafsir terbesar dan terbanyak manfaatnya.
Selain karyanya yang monumental berupa kitab tafsir Al-Qur’an, adapula beberapa karangan Imam Al-Qurthubi yang lain, diantaranya sebagai berikut :
1.      Al-Atsna fi Syarh Asma’illah al-Husna.
2.      At-Tidzkar fi Afdhal al-Adzkar.
3.      Syarh at-Taqashshi.
4.      Qam’ al-Hirsh bi az-Zuhd wa al-Qana’ah.
5.      At-Taqrib li kitab at-Tamhid.
6.      Al-I’lam bima fi Din an-Nashara min al-Mafasid wa al-Auham wa Izhhar Mahasin Din al-Islam.
7.      At-Tadzkirah fi Ahwal al-Mautawaumur al-Akhirah (edisi Indonesia: Buku Pintar Alam Akhirat).
Diantara guru-guru Imam Al-Qurtubi adalah Syeikh Abu al-Abbas Ahmad bin Umar al-Qurthubi dan meriwayatkan dari al-Hafizh Abu Ali al-Hasan bin Muhammad bin Hafsh dan sebagainya.
Al-Qurthubi wafat dan dimakamkan di Mesir, yaitu di kediaman Abu al-Hushaib, pada malam senin, tanggal 09 Syawal tahun 671 H.
B.     Corak Penafsiran dalam Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an karya Imam Qurthubi
Setiap mufassir memiliki metode tersendiri dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Metode penafsiran tersebut terlihat dari corak penafsiran dalam kitab tafsir karangan mereka. Begitu juga Imam Al-Qurthubi yang memiliki ciri khas tersendiri atau corak dalam penafsirannya yang mana didalam kitab tafsirnya hanya menguraikan ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum. Hal ini mempengaruhi pemikiran-pemikiran para mufassir setelahnya dalam menafsirkan Al-Qur’an, seperti Imam Ibnu katsir.  Corak hukum dalam penafsiran Imam Al-Qurthubi tidak lepas dari pemahamannya terhadap ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah.
Contoh lain dimana al-Qurtubi memberikan penjelasan panjang lebar mengenai persoalana-persoalan fiqh dapat diketemukakan ketika ia membahas ayat Qs. Al-Baqarah (2) : 43:
وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’”
Ia membagi pembahasan ayat ini menjadi 34 masalah. Diantara pembahasan yang menarik adalah masalah ke-16. ia mendiskusikan berbagai pendapat tentang status anak kecil yang menjadi Imam salat. Di antara tokoh yang mengatakan boleh adalah al-Sauri, Malik dan Ashab al-Ra’y. Dalam masalah ini, al-Qurtubi berbeda pendapat dengan mazhab yang dianutnya, dengan pernyataannya :
إمامة الصغير جائزة إذا كان قارئا
(anak kecil boleh menjadi imam jika memiliki bacaan yang baik)[2]

C.     Madzhab Fiqh Imam Al-Qurthubi
Dari cara penafsirannya, dapat diketahui bahwasanya Imam Al-Qurthubi menganut madzhab fiqh Imam Maliki. Hal tersebut terlihat dari caranya menafsirkan surat al-Fatihah tanpa basmalah. Dan Ia juga menguraikan sedikit pendapat yang menyatakan bahwa basmalah merupakan bagian dari surat Al-Fatihah beserta haditsnya.
Dalam penafsiran Imam Al-Qurthubi, basmalah bukanlah satu ayat dari al-Fatihah, menurut qoul yang shahih. Kemudian ia menjelaskan bahwa jika memang basmalah bukanlah satu ayat dari al-Fatihah, maka adapun orang yang shalat ketika ia telah takbir, maka ia langsung saja menyambungnya dengan al-Fatihah tanpa perlu diam, membaca doa iftitah, ataupun bertasbih, menurut hadits riwayat sayyidah ‘Aisyah R.A, Anas dan selainnya
Begitu juga terlihat pada hukum yang Imam Al-Qurthubi menjelaskan mengenai lupa membaca al-Fatihah ketika sholat. Ia mengutip pendapatnya Ibnu Khuwaiz Mandad Al-Bashri Al-Maliki, bahwasanya seseorang yang lupa membaca Al-Fatihah pada sholat yang berjumlah dua rakaat, maka batal sholatnya. Berbeda dengan orang yang lupa membaca Al-Fatihah pada sholat yang bejumlah tiga rakaat atau empat rakaat, maka ada pendapat yang mengatakan mengulang sholat, atau cukup dengan melakukan sujud sahwi setelah salam.[3]
Disini dapat ditarik kesimpulan, bahwasanya madzhab fiqh Imam Al-Qurthubi adalah Ahlussunnah wal Jama’ah aliran madzhab Maliki.
D.    Madzhab Teologi Imam Al-Qurthubi
Setelah diatas telah dijelaskan sekilas mengenai pemahaman madzhab Maliki yang menjadi corak penafsiran hukum fiqhi, maka kemudian ada pula pemahaman teologi yang juga mempengaruhi corak penafsiran Imam Al-Qurthubi.
Diantara pemahaman teologi yang tampak dari cara penafsirannya ialah pada Q.S. At-Taubah ayat 40, ia mengakui keberadaan Abu Bakar yang berhijrah bersama Nabi Muhammad SAW yang mana keadaan ini diingkari oleh pengikut madzhab Syi’ah. Begitu  juga penafsirannya pada Q.S. Al-Qiyamah ayat 22-23, ia menyatakan bahwa melihat Allah di hari kiamat nanti merupakan kenikmatan yang baik. Terlihat disini bahwa Imam Al-Qurthubi tidak sependapat dengan Mu’tazilah.
Kemudian beralih lagi pada Q.S. Al-A’raf ayat 54 yang berbunyi :
ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ
 “Kemudian Dia berada di atas ‘Arsy (singgasana).”
Pada ayat ini, Imam Al-Qurthubi menjelaskan bahwa wajib membersihkan Allah dari bertempat pada 6 arah (yakni atas, bawah, depan, belakang, kanan dan kiri). Para ulama’ salaf awal tidak mengucapkan penafian arah atau berkomentar terhadap hal tersebut, tetapi mereka hanya mengucapkan apa yang sesuai dari kitabullah.
Imam Al-Qurthubi menyebutkan lagi bahwa ulama salafus shalih tidak mengingkari bahwa Allah bertempat di ‘Arsy secara hakikatnya, tetapi caranya tidak dapat diketahui oleh akal pikiran. Ia menambahkan sebagaimana Imam Malik rahimahullah mengatakan bahwa “Bertempat itu diketahui –secara bahasa-, dan caranya bertempat, itu tidak diketahui. Adapun menanyakannya adalah hal yang bid’ah”.[4]
Dari sini dapat ditarik kesimpulan, bahwasanya Imam Al-Qurthubi menganut paham teologi Ahlussunnah wal Jama’ah aliran Asy’ariyah.









BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Ia adalah Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakr bin Farh al-Anshari al-Khazraji al-Andalusi al-Qurthubi atau yang masyhur dengan panggilan Imam Al-Qurthubi, seorang ahli tafsir dari Cordova,  sebuah kota di Spanyol.
Salah satu karyanya yang monumental dan terbesar ialah “Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an wa al-Mubayyin Lima Tadhammanahu Min as-Sunnah wa Ayi al-Furqan”. Kitab ini merupakan salah satu tafsir terbesar dan terbanyak manfaatnya. Dalam kitab ini hanya penafsiran-penafsiran dari sudut hukum saja.
Kemudian, dapat dilihat bahwasanya sudut hukum yang terdapat dalam karyanya ini memuat hukum fiqh madzhab Maliki dan teologi madzhab Asy’ari.









Daftar Pustaka
Anggota IKAPI DKI, Terjemahan tafsir al-Qurtubi, pustaka azzam (IKAPI DKI : Jakarta, Agustus 2007).
Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakr bin Farh, Abu Abdillah., Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an – Tafsir Al-Qurthubi (Mesir : Darul Kutub Al-Mishriyah, 1964) cet. II Juz 2.
Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakr bin Farh, Abu Abdillah., Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an – Tafsir Al-Qurthubi (Mesir : Darul Kutub Al-Mishriyah, 1964) cet. II Juz 9.





[1] Terjemahan tafsir al-Qurtubi, pustaka azzam anggota IKAPI DKI : Jakarta, Agustus 2007.
[2] Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakr bin Farh, Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an – Tafsir Al-Qurthubi (Mesir : Darul Kutub Al-Mishriyah, 1964) cet. II Juz 2.
[3] Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakr bin Farh, Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an – Tafsir Al-Qurthubi (Mesir : Darul Kutub Al-Mishriyah, 1964) cet. II Juz 2.

[4] Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakr bin Farh, Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an – Tafsir Al-Qurthubi (Mesir : Darul Kutub Al-Mishriyah, 1964) cet. II Juz 9.